Kemajuan ilmiah kadang berasal dari tempat  sampah, seperti yang dilakukan para ilmuan ketika menemukan metode baru  memakai miliaran kilogram sampah bulu ayam yang dibuang tiap tahunnya  menjadi sejenis plastik yang lebih penting. Mereka menjelaskan metode  baru ini dalam Rapat dan Eksposisi Nasional Masyarakat Kimia Amerika ke  241 di Anaheim, Kalifornia tanggal 28 Maret 2011.
“Peneliti  lain sudah berusaha mengembangkan termoplastik dari bulu,” kata Yiqi  Yang, Ph.D., anggota tim. “Namun tidak satupun yang bisa kita lakukan  untuk membuat termoplastik berbasis bulu ayam stabil di air sambil  mempertahankan sifat mekaniknya.”
Termoplastik  adalah salah satu dari dua kelompok utama plastik, dan mencakup nilon,  polietilen, polistiren, polivinil klorida, dan lusinan jenis lainnya. Ia  digunakan untuk membuat ribuan produk konsumsi dan industri mulai dari  bulu sikat gigi, botol soda pop hingga bemper mobil. Termoplastik  bernama demikian karena mereka memerlukan panas (atau zat kimia) untuk mengeras dari cairan menjadi bentuk akhir, dan dapat dicairkan dan dibentuk ulang berulang kali. Kelompok lain, plastik termosetting, mengeras sekali dan tidak dapat dicairkan lagi.
Yang  menunjukkan kalau kedua jenis plastik ini utamanya dibuat dari  bahan-bahan yang diperoleh dari minyak atau gas alam. Karena perhatian  mengenai kelangkaan pasokan, harga dan keberlanjutan minyak bumi,  lusinan tim ilmuan bekerja mencari bahan alternatif. Salah satu tujuan  utamanya adalah memanfaatkan limbah pertanian dan sumber daya alam  terbarukan lainnya untuk menjadi bioplastik yang memiliki kelebihan  karena dapat meluruh begitu dibuang ke lingkungan.
“Kami  mencoba mengembangkan plastik dari sumberdaya terbarukan untuk  menggantikan plastik dari produk minyak bumi,” kata Yang, yang merupakan  kepala biomaterial dan biofiber di Lembaga Sumberdaya Pertanian dan  Alami di Universitas Nebraska-Lincoln. “Penggunaan sampah sebagai sumber  bahan alternatif adalah salah satu pendekatan terbaik menuju masyarakat  yang berkelanjutan dan lebih bertanggung jawab pada lingkungan.”
Bulu  ayam adalah prospek yang cerah, jelas Yang, karena mereka murah dan  melimpah. Setiap satu ekor ayam dibului dapat memberikan beberapa ons  bulu. Setiap tahunnya, ada lebih dari 1,5 miliar kilogram limbah bulu  ayam di Amerika Serikat saja. Bulu ini dapat diproses menjadi makanan  hewan kualitas rendah, namun hanya menambah sedikit nilai bagi bulu ini  dan dapat juga menyebabkan penyakit pada hewan. Terlalu sering, mereka  menjadi masalah polusi lingkungan sebagai sampah, baik dibuang, dibakar  atau disimpan di TPS.
Yang menjelaskan kalau bulu ayam dibuat terutama dari keratin,  sebuah protein keras yang juga ada di rambut, kuku, tanduk dan wool  yang dapat mempertahankan kekuatan dan ketegaran plastik. Yang  menambahkan kalau sifat mekanis lapisan film bulu mengalahkan produk  lain yang berbasis biologi, seperti pati termodifikasi atau protein  nabati.
Untuk mengembangkan termoplastik baru yang tahan air, Yang dan kawan-kawannya memproses bulu ayam dengan kimiawi, termasuk metil akrilat, sebuah cairan tanpa warna yang ditemukan dalam pemoles kuku yang mengalami polimerisasi  – yaitu proses yang dipakai dalam menghasilkan plastik dimana  molekul-molekul di saling hubungkan menjadi satu rantai besar. Proses  ini menghasilkan lapisan film yang disebut tim 
Yang sebagai plastik bulu-g-poli(metil akrilat).  Ia memiliki sifat mengagumkan sebagai termoplastik, lebih kuat dan  lebih tahan pada perobekan daripada plastik yang dibuat dari protein  kedelai atau pati, dan merupakan plastik bulu ayam pertama yang tahan  air.
Sumber: www.faktailmiah.com

