Tuesday 22 May 2012

PERBANDINGAN KEAMANAN PANGAN ANTARA INDONESIA DAN JEPANG

Oleh: ROIS PRATIKTA, SIDIQ BUDIANTORO, YULIA VISTA DEVI, dan ZAKARIA HUSEIN A


PENDAHULUAN
Produk ternak merupakan sumber gizi utama untuk pertumbuhan dan kehidupan manusia. Namun, produk ternak akan menjadi tidak berguna dan membahayakan kesehatan apabila tidak aman. Oleh karena itu, keamanan pangan asal ternak bagi manusia merupakan persyaratan mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Kepanikan masyarakat akibat kasus penyakit sapi gila {mad cow) di Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya pada akhir tahun 1990-an, cemaran dioksin pada produk ternak di Belgia dan Belanda pada tahun 1999, dan kasus penyakit antraks pada domba dan kambing di Bogor pada tahun 2001, menggambarkan betapa pentingnya masalah keamanan pangan asal ternak karena tidak hanya berdampak terhadap kesehatan manusia, tetapi juga pada perdagangan domestik dan global serta perekonomian negara yang terlibat dalam perdagangan tersebut (Darminto dan Bahri 1996)
Pada akhir tahun 1960-an, perhatian masyarakat dunia terhadap berbagai residu senyawa asing (xenobiotics) pada bahan pangan asal ternak masih sangat sedikit. Pada saat itu perhatian masyarakat masih terpusat pada masalah residu pestisida pada buah dan sayuran. Baru setelah terungkapnya senyawa pestisida DDT, dieldrin. tetrasiklin, hormon, dan obat- obatan lain pada produk ternak, upaya untuk mengawasi pangan asal ternak mulai mendapat perhatian khusus (Bahri 1994).
Untuk mendapatkan produk ternak yang aman perlu melalui proses yang panjang, dimulai dari farm (proses pra-produksi) sampai dengan pascaproduksi. Dalam hal ini, faktor-faktor penting yang berkaitan dengan keamanan pangan asal ternak terdapat pada setiap mata rantai proses tersebut. Pada makalah ini akan diulas berbagai aspek keamanan pangan asal ternak di Indonesia dan perbandingan dengan negara maju seprti di Jepang.

SITUASI KEAMANAN PANGAN DI INDONESIA
Cemaran Mikrobiologis

Cemaran kuman antraks pada daging terjadi akibat ternak terserang penyakit antraks pada proses praproduksi di tingkat peternak. Umumnya manusia terkena antraks karena mengkonsumsi produk ternak yang tertular antraks maupun akibat berhubungan (kontak langsung) dengan agen penyakitnya pada saat ternak terkena antraks. Kasus antraks pada ternak di Indonesia telah dilaporkan sejak tahun 1885.
Hasil pengamatan selama tahun 1989- 1997 terhadap cemaran berbagai serotipe kuman Salmonella pada produk ternak di Indonesia cukup memprihatinkan karena jumlah kuman Salmonella yang dapat diisolasi cukup banyak, yaitu 828 kasus pada ay am, 233 kasus pada itik, 219 kasus pada telur, 95 kasus pada babi. dan 59 kasus pada sapi (Sri-Poernomo dan Bahri 1998). Data ini menunjukkan bahwa sanitasi di tingkat produsen dan pengolah produk ternak perlu ditingkatkan agar produk memiliki daya saing yang tinggi.
Cemaran Kimiawi
Cemaran kimiawi pada daging, susu, dan telur dapat terjadi akibat penggunaan obat- obatan, bahan aditif, serta cemaran senya- wa kimia dan toksin pada pakan. Pencemar- an dapat terjadi baik pada proses pra- produksi maupun produksi.

SITUASI DAN BEBERAPA FAKTOR PENTING DALAM KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAK Dl INDONESIA
Rasa Puas ketika Berbelanja
Saat berbelanja ke supermarket, kita dihadapkan oleh berbagai pilihan. Ada bahan makanan segar, ada juga produk makanan olahan. Bahan makanan segar, seperti sayuran dan buah-buahan, tersedia dalam jumlah yang melimpah. Selain itu, makanan-makanan tersebut tersedia dalam kualitas yang sangat baik. Hal tersebut terlihat dari bentuk, warna, juga rasanya. Salah satu contohnya adalah apel. Selain memiliki warna yang menarik, rasanya juga manis dan renyah. Berbeda dengan apel-apel yang dijual di Indonesia. Walaupun rasanya manis, tapi kadang-kadang terasa kurang renyah. Begitupun dengan jeruk. Selain warna kulit yang oranye segar, jeruk-jeruk di Jepang juga memiliki rasa yang manis. Bahkan, ada juga jeruk tanpa biji. Ini memberikan tingkat kepuasan yang tinggi kepada para pembeli. Di Jepang, sayuran dan buah-buahan yang akan dijual akan disimpan dengan teknik yang baik, seperti penggunaan gudang penyimpanan yang berkualitas tinggi. Selain itu, didukung dengan sarana transportsi atau pengangkutan yang dilengkapi dengan pendingin. Soal harga, memang harga bahan makanan di Jepang tergolong tinggi, sehingga biaya hidup di Jepang pun menjadi tinggi. Hal ini dikarenakan mahalnya jasa manusia di sana, artinya tenaga manusia begitu sangat dihargai. Namun, jika kita menginginkan bahan makanan dengan harga miring, kita juga dapat membelinya. Caranya, kita dapat membeli produk yang tingkat kesegarannya sudah mulai berkurang, tetapi masih dalam batas toleransi. Artinya, produk tersebut harus dikonsumsi hari itu juga. Jika ditunda sampai besok atau lusa, maka tekstur maupun rasanya menjadi kurang enak.
Produk Makanan tanpa Pengawet Salah satu contoh bahan makanan tanpa pengawet adalah tahu. Tahu Jepang dikenal juga dengan nama “tahu sutra” karena teksturnya yang lembut sekali. Walaupun tanpa pengawet, tahu ini dapat bertahan hingga beberapa hari. Hal ini dikarenakan adanya tekhnik pengemasan yang baik dan hampa udara. Kemasan yang hampa udara ini dapat mencegah bahan makanan terkontaminasi dengan udara luar sehingga dapat memperpanjang daya tahan tahu tersebut. Selain teknik pengemasan yang memang terkenal sangat baik, warna kemasannya pun menarik. Pada kemasan produk, juga tertera kandungan apa saja yang terdapat dalam produk makanan tersebut. Oleh karenanya, kita dapat mengetahui apakah produk makanan tersebut mengandung zat-zat yang berbahaya ataupun yang diharamkan dalam agama. Jadi, kita tidak perlu takut tertipu. Hal ini pun menimbulkan tingkat kepercayaan konsumen yang tinggi terhadap produsen bahan makanan di Jepang. Berbeda halnya dengan kondisi di Indonesia. Saya masih sering merasa was-was ketika membeli produk-produk makanan. Saya masih sangsi dengan kebenaran kandungan yang tertulis di dalam kemasannya.
Produk lain yang tidak menggunakan pengawet adalah susu segar. Di Jepang, kita bisa mengkonsumsi susu segar dalam jumlah banyak karena harganya yang relatif murah. Rasanya pun manis, alami, dan gurih. Peternakan di Jepang memang sudah modern, begitu pun dengan industri pengolahan susu. Berbagai perlengkapan dan peralatan sudah dirancang secara modern dan higienis. Oleh sebab itu, kita tidak perlu khawatir susu tersebut terkontaminasi oleh bakteri berbahaya. Selain itu, tanggal kadarluasa juga tertulis pada kemasannya.
Apakah yang menyebabkan susu segar tersebut dapat bertahan hingga beberapa hari walaupun tanpa pengawet? Hal ini tidak lain dikarenakan supermarket di Jepang pasti dilengkapi dengan lemari atau container pendingin untuk menyimpan berbagai jenis susu. Begitupun dengan produk-produk hasil olahan susu, misalnya keju, es krim, nama kurimu (biang susu), dan lain-lain. Pada umumnya, makanan dalam kaleng dijual dengan harga mahal di Indonesia. Hal ini berbeda dengan di Jepang yang umumnya menjual makanan kalengan dengan harga lebih murah.
Masyarakat Jepang menghindari bahan pengawet. Jadi, produk seperti, buah-buahan dalam kaleng, ikan kaleng, sosis, dan nugget, pada umumnya kurang disukai di Jepang. Seiring perkembangan zaman, masyarakat Jepang sekarang lebih memilih bahan makanan organik., yaitu bahan makanan (sayuran atau buah-buahan) yang dalam proses penanamannya tidak menggunakan pupuk anorganik maupun pestisida. Bahan kimia non-alami memang sebenarnya tidak baik bagi kesehatan manusia karena dapat mempengaruhi proses metabolisme dalam tubuh kita. Dengan didasari itu pula, sekarang kita mengenal istilah Back to Nature, artinya kembali ke bahan-bahan alami, karena lebih sehat.

KEAMANAN PANGAN DI JEPANG
Jika berbicara masalah keamanan pangan, menurut saya Jepang lebih baik daripada Indonesia. Hal ini tentu tidak terlepas dari kemauan baik dari pemerintahnya, dan juga para pedagang. Di Indonesia, beberapa waktu yang lalu masyarakat pernah dihebohkan dengan masalah formalin. Ini tentu saja sangat merugikan konsumen. Ada pedagang tahu, mie, atau ikan yang kadang-kadang membubuhkan formalin agar produknya dapat bertahan lebih lama dan tidak cepat busuk. Padahal, formalin adalah zat yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia.
Masalah seperti ini tidak ada di Jepang. Karena kejujuran sudah sangat membudaya di Jepang, sehingga pedagang tidak ada yang berlaku curang. Jika pun ada pedagang yang curang, pemerintah pun tidak segan-segan untuk menindak oknum pedagang tersebut dengan pemberian sanksi yang berat, seperti dipenjara dan ditutup usahanya.

PUSTAKA

Sri-Poernomo and S. Bahri. 1998. Salmo­nella serotyping conducted at the Bo- gor Research Institute for Veterinary Science during April 1989-March 1996. p. 133-142. Proceedings of the 3rd Asia- Pacific Symposium on the Thypoid Fever and Other Salmonellosis. Denpasar, Bali, 8-10 December 1997.
Darminto dan S. Bahri. 1996. "Mad Cow" dan penyakit sejenis lainnya pada hewan dan manusia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 15(4): 81-89.
Bahri, S. 1994. Residu obat hewan pada produk ternak dan upaya pengamanan- nya. Kumpulan makalah Lokakarya Obat Hewan. Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Jakarta, 16-18 November 1994.
Kemalawati, M. 2012. Terjaminnya Kualitas Produk Pangan di Jepang. http://acikita.org /docs/2012/01/28/  terjaminnya- kualitas-produk-pangan-di-jepang/

2 Comments:

Outbound di Malang said...

Kunci keberhasilan adalah menanamkan kebiasaan sepanjang hidup Anda untuk melakukan hal - hal yang Anda takuti.
tetap semangat tinggi untuk jalani hari ini ya gan ! ditunggu kunjungannya :D

Zakaria said...

okay kang, salam kenal :)