Monday, 2 January 2012

HUBUNGAN KEAMANAN PANGAN DAN AYAM TIREN (MATI KEMARIN) SERTA UNDANG-UNDANG YANG MENGATURNYA

A.    Identifikasi Ayam Mati Kemarin
Daging ayam telah menjadi sumber protein hewani terpenting dari subsektor peternakan. Peran daging ayam selain sebagai substitusi daging sapi yang lebih mahal harganya juga untuk meningkatkan gizi rakyat dengan meningkatkan konsumsi protein hewani. Kasus penjualan ayam tiren (mati kemaren) beberapa tahun terakhir marak terjadi di beberapa daerah. Informasi yang terbatas menyebabkan kasus ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat terutama konsumen daging ayam. Ayam tiren pada dasarnya adalah ayam bangkai yaitu ayam yang mati bukan karena disembelih pada saat masih hidup melainkan ayam yang sebelumnya telah mati disebabkan daya tahan yang kurang baik selama perjalanan atau terkena penyakit kemudian sengaja disembelih untuk dijual di pasar (Nareswari, 2006).
Beberapa ciri ayam tiren distanikhut Palembang (2010) antara lain:
1.    Warna kulit kasar dan terdapat bercak – bercak darah pada bagian kepala, ekor, punggung, sayap, dan dada.
2.    Bau agak anyir.
3.    Konsistensi otot dada dan paha lembek.
4.    Serabut otot berwarna kemerahan.
5.    Pembuluh darah di daerah leher dan sayap penuh darah.
6.    Warna hati merah kehitaman.
7.    Bagian dalam karkas berwarna kemerahan.
8.    Ayam  setelah  di  cabuti  bulunya  jika  dimasukkan  plastic  akan  keluar  cairan memerah  dalam plastik.
9.    Warna daging kebiruan dalam proses pembusukan.
10.    Daging ayam setelah digoreng bila diumpankan ke kucing tidak  mau dimakan

Daging ayam mati kemarin, kerap dikaitkan dengan daging berformalin, karena
kebutuhannya untuk diawetkan. Beberapa ciriayam berformalin antara lain :
1.    Berwarna putih mengkilat,
2.    Konsistensi sangat kenyal,
3.    Permukaan kulit tegang,
4.    Bau khas formalin,
5.    Biasanya tidak dihinggapi lalat.
Nareswari (2006) melaporkan bahwa nilai pH daging ayam tiren selalu lebih tinggi dibandingkan daging ayam  normal. Nilai pH ayam tiren 6.16 (mentah), sedangkan daging ayam  normal yaitu 5.36. Nilai pH mempengaruhi warna dan kecerahan pada daging. Nilai pH yang tinggi menyebabkan warna daging menjadi gelap. Daging ayam  normal memiliki tingkat kecerahan lebih tinggi dibandingkan daging ayam tiren.  Nilai pH juga mempengaruhi kekenyalan daging. Semakin rendah nilai pH maka semakin tinggi tingkat kekenyalan daging ayam. Daging ayam normal menghasilkan tingkat kekenyalan lebih tinggi dibandingkan daging ayam  tiren. Pada metode penghancuran total mikroba ayam tiren masing-masing perlakuan adalah 3.8×108 cfu/gram (mentah). Sedangkan pada ayam  normal jumlahnya adalah 5.1×104 cfu/gram (mentah). Ayam tiren memiliki ciri-ciri yang sangat jelas berbeda dengan ayam normal. Ciri-ciri tersebut antara lain kulitnya yang licin agak berlendir, terdapat beberapa bercak darah di bagian tubuh tertentu, baunya yang lebih menyengat dibandingkan dengan ayam normal, serta beberapa ciri fisik lainnya. Ayam tiren termasuk bangkai yang sangat jelas haram hukumnya untuk dikonsumsi. Menurut kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 501 ayat 1 pihak yang berwajib dapat menjerat pelaku yang menjual barang rusak atau bangkai.
B.     Kualitas Daging Yang Baik
Kualitas daging dipengaruhi  oleh  beberapa  faktor, baik pada waktu hewan  masih  hidup  maupun setelah dipotong.Faktor penentu kualitas daging pada waktu hewan hidup adalah cara pemeliharaan, yang  meliputi: pemberian  pakan,  tata  laksana  pemeliharaan,  dan  perawatan  kesehatan. Kualitas daging  juga  dipengaruhi  oleh  pengeluaran  darah  pada  waktu  hewan  dipotong  dan  kontaminasi sesudah hewan dipotong.
Kriteria  yang  dipakai  sebagai  pedoman  untuk  menentukan  kualitas  daging  yang  layak  konsumsi  adalah :
1.    Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua usia hewan susunan jaringan ikat semakin banyak sehingga daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal.
2.    Kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang  terdapat  diantara  serabut otot (intramuscular). Lemak  berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan daging pada wkatu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap cita rasa.
3.    Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara genetic dan usia, misalkan daging sapi  potong  lebih  gelap  daripada  daging  sapi  perah,  daging  sapi muda  lebih  pucat  daripada daging  sapi  dewasa. Rasa dan Aroma dipengaruhi oleh  jenis pakan. Daging berkualitas baik mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap.
4.    Kelembaban:  Secara  normal  daging  mempunyai  permukaan  yang  relative  kering  sehingga dapat  menahan  pertumbuhan  mikroorganisme  dari  luar.  Dengan  demikian  mempengaruhi daya simpan daging tersebut.
C.    Kriteria Daging Yang Tidak Baik
Bau  dan  rasa  tidak  normal  akan  segera  tercium  sesudah  hewan  dipotong.  Hal  tersebut  dapat disebabkan oleh adanya kelainan sebagai berikut :
1.    Hewan sakit terutama yang menderita  radang bersifat akut  pada organ dalam yang akan menghasilkan daging berbau seperti mentega tengik.
2.    Hewan dalam pengobatan terutama dengan pengobatan antibiotik akan menghasilkan daging yang berbau obat-obatan.
3.    Warna daging tidak normal  tidak selalu membahayakan kesehatan, namun akan mengurangi selera konsumen.
4.    Konsistensi daging tidak normal yang ditandai kekenyalan daging rendah (jika ditekan dengan jari akan terasa lunak) dapat  mengindikasikan  daging  tidak  sehat,  apaila  disertai  dengan perubahan warna yang tidak normal maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi.
5.    Daging busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen karena  menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi  karena penanganan  yang kurang baik  pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena terlalu lama dibiarkan  ditempat terbuka dalam waktu relatif lama pada suhu kamar, sehingga  terjadi proses pemecahan protein oleh enzim-enzim dalam daging yang menghasilkan amoniak dan asam sulfide.
D.    Peran Pemerintah dalam menyediakan daging sehat
Kesehatan masyarakat veteriner merupakan penyelenggaraan kesehatan hewan dalam berbagai bentuk seperti yang disebutkan dalam pasal 56 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009, salah satunya adalah penjaminan keamanan, kesehatan, keutuhan, dan kehalalan produk hewan;
Pasal 58 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 ayat 1 menyebutkan dalam rangka menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi, dan registrasi produk hewan. Pada ayat 2 disebutkan pengawasan dan pemeriksaan produk hewan berturut-turut dilakukan di tempat produksi, pada waktu pemotongan, penampungan, dan pengumpulan, pada waktu dalam keadaan segar, sebelum pengawetan, dan pada waktu peredaran setelah pengawetan. 
Pasal 61 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 menyatakan pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan (untuk kepentingan komersial dan nonkomersial) harus dilakukan di rumah potong; dan mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan. Pelanggaran atas pasal 61 ini dapat dikenakan Sanksi admistratif sebagaimana dimaksud pada berupa peringatan secara tertulis, penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran, pencabutan nomor pendaftaran dan penarikan produk hewan dari peredaran, hingga pencabutan izin atau pengenaan denda paling sedikit Rp5.000.000,-  (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).


DAFTAR PUSTAKA
Bintoro, P., Nurwantoro, Sutaryo, Mulyani, S. Rizqiati, H., dan Abduh S. B. M. .2009. Pelatihan Keamanan Pangan dalam Keluarga Mewujudkan Keluarga yang Sehat Melalui Makanan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro
Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Palembang (distanikhut Palembang). 2010. Tips Mengenali Daging Sehat. Available at www.distanikhut.palembang.go.id. Diakses 1 November 2011.
Mayulu, H. 2010. Kebijakan Pengembangan Peternakan Sapi Potong Di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman.
Nareswari A. R. 2006. Identifikasi dan Karakterisasi Ayam Tiren. Skripsi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor.




0 Comments: